Anak Autisme: Keistimewaan dan Cara Menghadapinya

Hari Peduli Autisme Sedunia diperingati setiap tanggal 2 April. Menurut World Health Organization (WHO), Autisme adalah gangguan perkembangan komunikasi, sosial, dan perilaku pada anak. Anak yang memiliki autisme cenderung mendapat stigma negatif, terlebih jika mereka sudah mulai memasuki dunia sekolah. Stigma negatif yang terus menerus diberikan kepada anak penderita autis, akan membuat sang anak merasa kurang percaya diri, terkucilkan, dan menghambat perkembangan pertumbuhannya. Peran orang tua pun tak kalah penting dalam proses ini, komunikasi harus dijalin dengan berkesinambungan. Lantas, seperti apa langkah yang perlu dilakukan oleh orang tua dengan anak autisme? Dilansir dari cnn.indonesia.com, berikut beberapa cara yang dapat dilakukan oleh orang tua dalam menghadapi anak autisme.

Pertama, hal mendasar yang penting adalah penerimaan, menerima kondisi anak autisme. Perasaan penerimaan sebagai landasan awal agar tahapan selanjutnya berjalan dengan tenang dan tanpa beban. Orang tua pun tidak perlu merasa bersalah, justru kondisi ini sebagai tombak semangat dalam memperbaiki kondisi anak dan mencari potensi yang dimiliki oleh sang anak.

Kedua, yakni mulai untuk dilatih secara lebih untuk kesabarannya. Biasanya kendala muncul justru dari diri orang tua sendiri, ketika mulai Lelah menghadapi kondisi sang anak, namun dengan kesabaran yang luas akan menghasilkan cara dan solusi secara lebih jernih untuk mengkondisikan sang anak.

Ketiga, yakni memiliki perasaan saling berbagi. Saling berbagi informasi antar orang tua yang memiliki anak autis akan turut serta membantu menghadapi dan membesarkan anak autis. Saling berbagi ini menjadikan orang tua tidak merasa sendiri dan memiliki sistem penyokong baik dalam bentuk komunitas maupun lainnya sehingga persoalan anak autis ini bisa dicarikan solusi Bersama.

Keempat, menyaring informasi. Seiring dengan majunya dunia digital, lalu lintas informasi juga mkin deras, tak terkecuali informasi mengenai autisme. Orang tua harus benar-benar menyaring informasi yang akan digunakan dan dikonsumsi untuk membantu mengatasi persoalan autisme. Tak lupa bahwa peran serta dokter atau praktisi kesehatan berperan penting dalam memilah dan memilih informasi mana saja yang tersedia dan valid.

Kelima, jangan biarkan anak menjadi bahan olokan temannya di sekolah. Membangun sekolah inklusif dibutuhkan peran serta banyak pihak. Ketika anak autis berhasil masuk ke sekolah regular, hal ini menjadi kemajuan tersendiri bagi perkembangan sang anak. Oleh karenanya, pihak sekolah baik guru dan siswa harus memiliki rasa peduli dan empati kepada siswa yang memiliki keistimewaan tersebut.

Terakhir, bukan hanya kondisi kesehatan anak saja yang diperhatikan, melainkan juga kondisi kesehatan orang tua. Oleh karena itu, para orang tua juga harus secara disiplin beristirahat atau melakukan kegiatan lain, agar tidak terpaku dengan kondisi anak secara terus menerus. Dan penting pula memiliki teman orang tua dari anak non autis agar memiliki variasi modal sosial dan sumber informasi sehingga mengurangi gejala stress pada orang tua.

Penulis : Mega Annisa

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×