Berdamai dengan Kondisi Anak Down Syndrome

Hari Down Syndrome Sedunia, diperingati tiap tanggal 21 Maret. Down Syndrome menurut penjelasan dari buku berjudul “A-Z Sindrom Down” karya Irwanto, Henry Wicaksono, Aini Ariefta, dan Sunny Mariana Samosir, merupakan kelainan genetik trisomi yang mana terdapat tambahan pada kromosom 21. Anak yang menderita down syndrome akan mengalami kelainan pada jantung dan pembuluh darah, hormon, pendengaran, penglihatan, dan tulang. Hal ini menyebabkan memiliki anak dengan down syndrome menjadi tantangan tersendiri bagi para orang tua. Proses berdamai dengan anak yang memiliki down syndrome tidaklah mudah. Lingkungan internal keluarga hingga sosial bisa menjadi faktor penentu keberhasilan proses tersebut.

Memiliki anak dengan down syndrome, tak jarang membuat para orang tua merasa ketakutan. Ketakutan itu berasal dari pikiran apakah kondisi anaknya bisa diterima oleh lingkungan sekitar. Memang, faktor penerimaan lingkungan sekitar menjadi salah satu tantangan orang tua yang memiliki anak down syndrome. Masyarakat terkadang belum memahami dan bahkan me-stigma anak-anak yang berkebutuhan khusus tersebut. Namun, hal ini jangan sampai menjadikan para orang tua pesimis terhadap kondisi anak mereka. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh para orang tua dalam membesarkan anak dengan kondisi down syndrome.

Pertama, meninggalkan label down syndrome pada diri anak. Hal ini penting, agar orang tua berfokus pada kasih sayang yang diberikan kepada anak tanpa memandang kondisi anak tersebut. Sang anak tetap membutuhkan ASI, diajak bermain, diberikan pelukan, diajak berjalan-jalan, diajarkan membaca, menulis, berteman agar seiring dengan tumbuh berkembangnya anak, mereka juga merasa dapat berinteraksi seperti anak “normal” lainnya. 

Kedua, orang tua sebaiknya tidak membandingkan kondisi anaknya dengan anak lain. Terus membandingkan anak bisa membuat orang tua gagal fokus, padahal membandingkan anak secara terus menerus hanya akan membuat orang tua tidak fokus dalam merawat anak. Lebih baik jika orang tua fokus untuk terus memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai dengan usianya, dan apabila ditemukan gejala atau kondisi yang janggal segera dikonsultasikan ke dokter.

Hal selanjutnya yang perlu diperhatikan oleh orang tua yaitu mencari dukungan. Terkadang, jika kita merasa tidak sendiri akan menstimulasi faktor diri sehingga lebih semangat dan percaya diri menghadapi kondisi atau permasalahan yang sedang dihadapi. Begitu pula dengan para orang tua dengan anak down syndrome yang dapat bergabung dengan beberapa komunitas di Indonesia sehingga memiliki ruang diskusi dan berbagi. 

Ada beberapa komunitas yang bisa diikuti, salah satunya Yayasan Peduli Kasih Anak Berkebutuhan Khusus (YPKABK), Ikatan Down Syndrome Indonesia (ISDI), dan Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS). Keempat, selalu perhatikan fisik dan emosi sang anak. Perlu diingat bahwa anak dengan down syndrome juga memiliki emosi yang perlu diregulasi, meski ada anggapan bahwa anak dengan down syndrome cenderung hanya merasakan kebahagiaan. Mereka juga manusia yang kadang merasa sedih, malu, marah, dan histeris. Oleh karena itu, orang tua perlu menyadari dan mengenali berbagai ekspresi emosi yang diberikan sang anak.

Kemudian, tidak memaksakan cara tertentu kepada anak. Setiap orang lahir dengan kelebihan kemampuan masing-masing, begitupun dengan anak down syndrome. Ibaratnya untuk mendapatkan angka 2, tidak hanya diperoleh dari 1 ditambah 1, bisa juga dengan 2 dikurangi 1, 1 dikali 2, atau cara lainnya. Maksut dari perumpamaan ini, orang tua entah itu memiliki anak yang “normal” atau down syndrome tidak sepatutnya memaksakan kehendaknya kepada anak. Kenal dan gali potensi yang dimiliki anak kemudian car acara yang paling mudah dilakukan oleh anak dalam mengerjakan hal tertentu, entah itu tugas rumah, tugas sekolah, ataupun yang lainnya.

Penulis : Mega Annisa

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×