Berlatih Public Speaking untuk Anak Tuli 

Public speaking adalah kegiatan berbicara kepada sekelompok orang dengan cara tertentu untuk menyampaikan pesan, informasi, atau mengajak sekelompok orang melakukan sebuah kegiatan. Setiap orang bisa memiliki kemampuan public speaking, termasuk teman-teman tuli kita. Public speaking yang dilakukan dapat dengan bahasa isyarat maupun secara verbal. 

Pada kelas diskusi Sabtu, (9/7/2022) Endah Riwayati, S.Pd. atau biasa disapa Bu Ery menjadi narasumber di kelas diskusi yang diselenggarakan Yayasan Peduli Kasih ABK. Beliau adalah guru SDLBB Karya Mulia yang sudah banyak melatih banyak anak tuli untuk memiliki kemampuan public speaking.  

Terdapat dua cara bagi pembicara tuli untuk melakukan public speaking. Cara pertama, secara mandiri. Di sini, pembicara tuli dapat berbicara menggunakan bahasa isyarat dan audiens mengerti bahasa isyarat atau memiliki lingkup isyarat yang sama. Selain itu public speaking secara mandiri, juga dapat dilakukan dengan komtal (komunikasi total). Ini dilakukan jika audiens tidak mengerti bahasa isyarat atau tidak dalam lingkup isyarat yang sama, sehingga audiens dapat membaca bibir. Cara kedua yaitu dengan bantuan atau terdapat penerjemah bahasa isyarat. 

Perlu diingat juga, bahwa sebelum berlatih public speaking bagi anak tuli, sebaiknya mengetahui kemampuan berbahasanya. Bagi anak tuli yang memiliki potensi untuk berbicara, dapat dilatih untuk kesiapan berbicara. Tahapannya yaitu pernapasan, latihan artikulasi, dan latihan pelemasan organ bicara. Di tahap latihan berbicara harus secara perlahan dan tidak boleh terlalu lama. Durasinya bisa antara 10 sampai 20 menit. Pertama anak diajarkan mengucapkan kata yang mudah terlebih dahulu, kemudian dilanjut kata yang lebih kompleks, sampai dapat berbicara satu kalimat. 

Sedangkan bagi anak tuli yang ingin berlatih menggunakan bahasa isyarat. Isyarat yang diajarkan pun juga harus pelan-pelan. Ajarkan ia satu-persatu kata terlebih dahulu. Kemudian ajak ia merangkai kalimat menggunakan kata yang dipelajari dengan bahasa isyarat tersebut. Setelah anak lancar merangkai kalimat, ia bisa diminta menceritakan hal kecil supaya bahasa isyarat dan rasa percaya dirinya terlatih. 

Misalnya ia bercerita dengan mendeskripsikan suatu benda di sekitarnya atau pengalaman pribadinya. Dapat pula seperti yang dilakukan murid-murid Bu Ery, yaitu dengan membuat karya terlebih dahulu kemudian menceritakannya. Contohnya, membuat origami bentuk kapal. Anak tuli dapat berlatih menceritakan bagaimana cara ia membuat, apa warnanya, dan apa kegunaan barang tersebut. 

Untuk melatih rasa percaya diri, anak bisa diminta bercerita di depan kelas ataupun di depan keluarga. Adapula alternatif lain jika anak merasa malu, ia bisa diminta berbicara di depan kamera atau cermin terlebih dahulu. Selanjutnya bisa dicoba supaya ia berlatih berbicara di depan orang. Kemampuan ini dapat dilatih terus-menerus hingga anak bisa berbahasa isyarat dengan lancar sekaligus memiliki rasa percaya diri yang kuat. 

Terkait bahasa isyarat di Indonesia terdapat dua macam yang paling dikenal masyarakat, yaitu Bisindo (Bahasa Isyarat Indonesia) dan SIBI (Sistem Isyarat Bahasa Indonesia). Ketika belajar atau ingin menjadi pembicara menggunakan bahasa isyarat, Bu Ery menyarankan untuk menggunakan SIBI, karena SIBI merupakan bahasa isyarat yang diciptakan pemerintah sehingga menjadi bahasa isyarat pemersatu di Indonesia. 

Saran dari Bu Ery yang tidak kalah penting yaitu supaya teman-teman memiliki keberanian untuk sering bergaul dan berinteraksi dengan orang lain. Hal tersebut akan melatih rasa percaya diri. Pun jangan lupa untuk berlatih dan berusaha improvisasi diri untuk terus lebih baik lagi. 

Penulis: Hayah Nisrinaf

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×