Tips Membangun Kebiasaan Baik Pada Anak

Ellen Kristi–Pendiri Komunitas Charlotte Mason Indonesia dan Habit Trainers Club, mengisi kelas diskusi #Akademiability Rabu, (25/5/2022) dengan tema “Membentuk Karakter Anak Melalui Kebiasaan Baik”. Beliau menjelaskan terlebih dahulu mengenai konteks kebiasaan.

Kebiasaan adalah sesuatu yang diperoleh dari pengulangan-pengulangan dalam kehidupan sampai dikerjakan secara otomatis atau tanpa berpikir. Pada dasarnya manusia memiliki struktur otak yang sifatnya plastis. Artinya, apapun yang kita kerjakan akan meninggalkan jejak pada otak. Jika pekerjaan tersebut diulangi, maka jejaknya akan semakin dalam. 

Sementara kebiasaan menjadi sesuatu yang penting karena terdapat kebiasaan yang baik dan buruk. Kebiasaan baik berarti mendekatkan pada tujuan akhir, cita-cita, dan sesuai dengan nilai-nilai ideal kemanusiaan. Sementara kebiasaan buruk adalah sebaliknya. Misalnya pada anak yang memiliki cita-cita sebagai atlet renang. Maka kebiasaan baik yang harus dimilikinya bangun pagi dan langsung ke kolam renang. Sehingga itu akan mendekatkannya ke tujuan akhir sebagai atlet renang. Sementara kebiasaan buruk yang harus dihindari adalah membiarkan ia begadang, sehingga menghindarkannya dari tujuan akhir. 

Bagi orang tua dan guru, mendidik karakter anak sama dengan membantu ia mengulang-ulang sesuatu. Bantu anak sebisa mungkin mengerjakannya setiap hari sampai menjadi identitas dia. Misal ketika melihat barang tidak di tempatnya, ia reflek mengembalikan pada tempatnya. Dari kebiasaan tersebut anak memiliki identitas yang rapi dan disiplin. Nasib anak bergantung pada karakternya. Karakter anak terbentuk dari identitasnya. Dan identitas terbentuk dari kebiasaan. 

Mempertahankan kebiasaan

Kebiasaan yang sudah terbangun secara otomatis pada diri anak, tidak luput untuk bisa berubah jika ada pengaruh dari lingkungan. Anak mudah terpengaruh karena kemampuan anak mengendalikan dirinya masih lemah dan belum sepenuhnya memahami benar–salah. Maka sebagai orang tua hendaknya memperkuat bonding untuk meyakinkan anak perihal yang benar dan salah. 

Misalnya anak memiliki kebiasaan baik yaitu selalu berbicara sopan. Namun pengaruh teman-temannya membuat ia berbicara kasar, sehingga kebiasaan anak berbicara sopan pun memudar. Di sini, orang tua bisa mengetahui sebab anak berbicara kasar. Ternyata supaya bisa diterima dan merasa keren di hadapan teman-temannya, ia ikut-ikutan bicara kasar. 

Maka ajak anak mengerti konteks larangan bicara kasar. Bicarakan baik-baik kepada anak dengan nada rendah. Berikan aturan seperti, “Boleh berteman dengan mereka, tetapi tidak ikut-ikutan berbicara kasar. Jika tetap berbicara kasar, tidak boleh lagi bermain bersama mereka”. Serta beritahu risiko berbicara kasar dan keuntungan berbicara sopan. 

Menghilangkan kebiasaan buruk

Pada cara ini, ketahui terlebih dahulu apa yang anak butuhkan saat melakukan kebiasaan buruk. Dari situ orang tua akan tahu solusi yang dapat diberikan kepada anak tanpa harus melakukan kebiasaan buruk tersebut. 

Misalnya anak yang memiliki kebiasaan berbohong, cari tahu apa yang dibutuhkan tanpa berbohong kemudian berikan solusinya. Ini akan membuat kebiasaan bohongnya semakin pupus. Cara lain, orang tua dapat menjauhkan faktor yang membuat anak melakukan kebiasaan buruk. Misalnya anak yang kecanduan gadget, maka beri ia batasan. Jika bukan waktunya bermain gadget, jangan perlihatkan gadget padanya. Berikan ia peralihan untuk menggantikan peran gadget.

Mengatasi tantrum pada anak saat sedang membangun kebiasaan

Pada saat anak tantrum, kemungkinan otak emosinya bekerja sangat kuat dan otak rasionalnya terblokir. Orang tua dapat menghadapinya dengan rileks dan biarkan tantrum anak mereda dengan sendirinya. 

Namun, dalam kasus lain jangan sampai pula orang tua melonggarkan kebiasaan yang seharusnya dilakukan anak. Jika begitu, ia akan berpikir akan tantrum terus-menerus untuk menghindari kebiasaan baik. Maka sadarkan ia kalau tantrum tidak membuat mendapatkan apa yang ia mau. Supaya ia tidak menjadikan tantrum sebagai kebiasaan untuk memperoleh keinginannya. Semarah apapun, buat dia bisa menyampaikan kemarahannya dengan sopan.

Cara berkomunikasi saat anak tantrum pada kasus ini yaitu, lebih dulu buat mata orang tua dan anak sejajar kemudian saling tatap. Mulai berkomunikasi dengan bantu anak memahami apa yang terjadi pada dirinya. Lalu ajukan pertanyaan, tetapi jangan pertanyaan “mengapa”. Gunakan pertanyaan biner dengan jawaban “ya” atau “tidak”. Kalau tantrumnya tidak terlalu hebat, otak rasionalnya masih bekerja dan mampu menjawab pertanyaan tersebut. Pertanyaan biner juga membantu mengembalikan ia dari otak emosional ke otak rasional. 

Cara komunikasi ini akan membuat orang tua terima perilaku anak dan anak terima aturan yang sudah dibuat. Misal kalau anak mau permen, tetapi ia harus makan dulu untuk mendapatkan permennya. Pahamkan aturan tersebut, jika perlu bantu anak menghabiskan makananya.  

Dalam membangun kebiasaan anak, jika anak belum bisa melakukan secara konsisten berarti ia perlu dibantu. Jangan berekspektasi berlebihan dan lihat kondisi anak. Kalau levelnya memang perlu didampingi, maka dampingi ia dalam membangun kebiasaan. Apabila didampingi sudah konsisten, maka lepas sedikit demi sedikit. Berdasarkan hukum kebiasaan, kebiasaan harus dipastikan untuk diulang-ulang setiap hari sampai otomatis. Atau dalam rentang waktu 60 hari, kebiasaan harus dilakukan tanpa ada yang terlewat. 

“Semua hasil baik ada harga yang harus dibayar. Kalau ingin anak mandiri, ada investasi waktu dan atensi lebih.” Pungkas Ellen Kristi.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×