Kenali Cara Melatih Produktivitas Anak Autis

Orang tua ABK adalah sosok yang paling paham karakter anaknya. Ia lebih paham dibanding siapapun, baik itu guru, terapis, maupun orang sekitarnya. Orang tua bisa memetakan kategori anak sejak anak mampu berbicara atau kurang lebih usia 2 sampai 3 tahun. Setelah mengetahui kategori itulah, orang tua dapat berdiskusi bersama para ahli untuk menentukan tahapan-tahapan yang dapat dilalui anak. 

Untuk apa tahapan-tahapan perkembangan anak ditentukan? Tentu supaya anak tumbuh sebagai individu yang produktif saat dewasa nanti. Seperti yang disampaikan Bunda Bening (Kepala SLB Autisma Bunda Bening Selakshahati) pada kelas diskusi #Akademiability Senin, (10/1/2022), bahwa produktif menjadi suatu keharusan. Beliau mendefinisikan produktif adalah sesuatu hal yang bisa bermanfaat untuk kita dan orang lain. Ketika kita produktif, jiwa dan raga kita terlatih dengan baik dan memberikan efek ketenangan. 

Begitupula dengan anak autis, produktif menjadi hal yang sangat penting supaya ia dapat lebih tenang, tumbuh kembangnya baik, dan bermanfaat bagi orang lain. Bunda Bening mengatakan, apapun yang memberikan ketenangan merupakan produktivitas. Termasuk menghafal atau membaca Alquran. 

Menstimulasi produktif anak sudah dapat dibangun sejak dini, tepatnya pada saat anak menginjak SD. Dari situlah orang tua, guru, dan terapis dapat melihat kemampuan anak yang dapat dikembangkan. Kemampuan anak yang lebih menonjol akan dikuatkan dengan program-program yang mendukung anak tersebut. Program-programnya terus dipraktikkan kepada anak, hingga menjadi kebiasaan. 

Namun, seringkali kestabilan emosi anak autis sulit teratasi, sehingga menjadi tantangan tersendiri bagi orang tua, guru, atau terapis dalam mengembangkan produktivitas anak. Solusinya, jangan memaksakan anak untuk produktif. Akan tetapi cari penyebab tantrumnya dan tenangkan ia terlebih dahulu. Berikut dua cara yang Bunda Bening sampaikan untuk menangani anak tantrum. 

  1. Merapikan pola makan. Makanan dapat menjadi pemicu utama dari tumbuh kembang anak. Baik itu secara fisik maupun emosi. Jadi, coba teliti apa saja yang anak makan dengan memastikan gizinya tercukupi dan tidak terlalu banyak mengandung gula. 
  2. Meminimalisir suara ketika anak tantrum. Kita dapat berdiri di sekelilingnya dan jangan menimbulkan suara. Tidak perlu memaksa anak tenang dengan kata-kata perintah. Namun, tenangkan dengan memberinya kenyamanan. Misalnya, mendekapnya dari belakang dengan memberinya sentuhan hangat. 

Kestabilan emosi pada anak autis dapat memberikan rasa nyaman untuk dirinya sendiri. Dengan begitu, ia dapat beraktivitas termasuk melakukan hal produktif dengan senang dan nyaman. 

Terakhir, Bunda Bening berpesan bahwa setiap anak pasti memiliki potensi, sekecil apapun itu. Walaupun hanya memahami tentang kebutuhan hidupnya saja. Itu sudah luar biasa bagi anak autis. Terlebih jika ia sudah tertib melakukan kesehariannya dengan penuh tanggung jawab. 

Penulis: Hayah Nisrinaf

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×