Membuat Lingkungan Fisik dan Sosial Ramah ABK

Dr. dr. Ferial Hadipoetro, SpKFR (K), M.Kes. merupakan pendiri dan ketua dari PSIKI (Pusat Studi dan Informasi Kecacatan/Kedisabilitasan Indonesia). PSIKI sendiri merupakan lembaga sosial swadaya kemasyarakatan nasional yang bersifat independen, berskala nasional, dan berpihak kepada para penyandang disabilitas guna membangun Indonesia yang lebih baik. Dalam kelas diskusi #Akademiability yang diselenggarakan Yayasan Peduli Kasih ABK (23/07/2021), beliau memaparkan topik mengenai lingkungan fisik dan sosial yang ramah untuk ABK. 

Sebelum membahas lebih dalam, perlu diketahui dari masing-masing definisi pembahasan yang diangkat oleh dr. Ferial. Pertama adalah definisi dari lingkungan, yaitu kondisi yang ada di sekitar kehidupan. Jika lingkungan secara fisik, artinya kondisi di sekitar kehidupan yang dapat dilihat, didengar, diraba, dan dirasa. Sedangkan lingkungan secara sosial, artinya kondisi di sekitar kehidupan yang didapatkan melalui interaksi, hubungan, dan komunikasi. 

Untuk ABK yang berarti memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik, sehingga terdapat hambatan dan tidak dapat berpartisipasi penuh ketika berinteraksi dengan lingkungan. Oleh karenanya, dibutuhkan keramahan dalam lingkungan untuk ABK supaya mereka mendapatkan hak yang sama dengan manusia pada umumnya. Ramah di sini berarti nyaman, indah, menarik, merangsang perkembangan, dan efisien. Dalam lingkungan untuk ABK dibutuhkan keramahan lingkungan fisik dan lingkungan sosial.

Lingkungan fisik memiliki acuan pada gerak tubuh, sedangkan sosial memiliki acuan terhadap sarana komunikasi. Praktik dalam pembuatan lingkungan ramah ini pun harus didukung oleh orang terdekat atau keluarga dari ABK. Orang-orang tersebut dapat menciptakan lingkungan sosial yang ramah dengan cara menyediakan waktu bersama, memahami cara belajar ABK, memahami tahapan perkembangan ABK, dan melakukan pengulangan bersama-sama. Sejak anak bayi pun sebetulnya keluarga atau orang terdekat sudah dapat memberikan lingkungan yang ramah. Di antaranya adalah memberikan atensi lebih, membuat bayi mendengar, mengajak berkomunikasi, dan sering mengajak bermain.

Sedangkan untuk lingkungan fisik, dapat dilakukan bergantung kondisi ABK. Mereka dapat dilatih dengan memanfaatkan kemampuan yang dimiliki. Contoh jika ABK penyandang tunanetra maka dapat melatih telinga, lidah, kulit, gerak, dan pikiran. Sementara ABK penyandang tunarungu maka dapat melatih mata, lidah, kulit, gerak, dan pikiran. Lain halnya dengan ABK yang memiliki keterbelakangan mental atau memiliki permasalahan mental, maka meskipun tidak perlu memaksakan untuk memanfaatkan kemampuan pikiran, ia dapat memanfaatkan kemampuan mata, telinga, lidah, kulit dan untuk gerak akan kembali pada kondisi ABK. Penjelasan cara belajar dalam memanfaatkan kemampuan ABK dapat dilihat dalam pengelompokan tabel berikut:

Begitulah cara membuat lingkungan fisik dan sosial ramah ABK yang dipaparkan oleh dr. Ferial. Diharapkan dapat dipraktikkan oleh keluarga atau orang terdekat ABK, sehingga ABK dapat menjadi sumber daya manusia yang berkembang dan bermanfaat. (NAF).

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×