Menguatkan Ketangguhan Psikologis (Resiliensi) untuk Mencapai Kesuksesan ABK

Ketangguhan psikologis atau resiliensi adalah hal penting yang harus dimiliki Anak Berkebutuhan Khusus. Manfaat dari resiliensi sendiri salah satunya adalah mendapatkan peluang lebih besar untuk meraih kesuksesan. Orang yang memiliki resiliensi, disebut dengan resilien. Sementara orang yang resilien artinya memiliki ketangguhan dalam menghadapi peristiwa traumatik, peristiwa berat, perlakuan tidak baik, dan segala tekanan eksternal maupun internal pada dirinya.  

ABK tentu menghadapi berbagai hal tersebut, sehingga mereka sepatutnya menjadi resilien. Menumbuhkan resiliensi pada ABK dapat dilakukan dari diri ABK sendiri, tetapi juga perlu mendapat bantuan dari orang tua, pengasuh, dan orang di sekitarnya. Dengan resiliensi, ABK diharap mampu menghadapi berbagai situasi kritis dengan cara positif. Contoh resiliensi pada salah satu ABK, yaitu anak autis ketika memiliki perasaan sedih, marah, atau takut, ia mampu menenangkan diri, berhasil mengatur napasnya, dan bisa menghindari reaksi tidak terkendali yang bisa saja membahayakan dirinya atau orang di sekitarnya. Lain halnya dengan ABK yang kerap mendapat perundungan fisik atau verbal, tetapi ia bisa tenang dan tidak menunjukkan respon kepada seseorang yang merundungnya. Alih-alih mengabaikan. 

Di kelas diskusi #Akademiability, Bu Wiwin, psikolog dan dosen Psikologi Unair sebagai narasumber bertema Penguatan Ketangguhan Psikologis (Resiliensi) ABK, memberikan 4 langkah yang dapat ditempuh untuk menguatkan resiliensi pada ABK.

  1. Membangun keyakinan positif terhadap ABK. 

Keyakinan positif terhadap ABK dapat dilakukan oleh seluruh anggota keluarga sekaligus orang di sekitarnya. Sangat diperlukannya keyakinan positif ini, supaya ABK dapat diperlakukan dengan baik. Dengan begitu, ABK akan percaya diri dan menjadi sosok yang resilien. Membangun keyakinan ini pun dapat dengan menanamkan kepercayaan pada ABK bahwa mereka bisa melakukan segala hal layaknya anak pada umumnya. Mereka juga bisa sukses, dengan berkaca dari banyaknya ABK yang telah sukses. 

  1. Menguatkan faktor protektif

Faktor protektif disebut juga pelindung atau penguat. Faktor ini memperkuat dan memberikan pengaruh positif bagi ABK, supaya mampu mengelola diri dan perilaku saat berhadapan dengan situasi yang menekannya. Faktor ini dapat didapatkan melalui internal maupun eksternal. Secara internal, ABK dapat dipahamkan mengenai dirinya yang memiliki identitas positif terkait keunikan kondisinya. Mereka dapat menerima diri dengan percayaan diri, sehingga memiliki prinsip hidup yang positif. Sementara faktor protektif secara eksternal dapat melalui dukungan keluarga kecil sampai besar dan dukungan dari sebaya beserta lingkungan sosialnya. Dukungan tersebut dapat berupa pembelajaran moral dengan mengemasnya melalui pembacaan cerita atau menampilkan video.

  1. Menumbuhkan Koping Efektif

Koping atau penyesuaian adalah cara yang sangat efektif untuk memahami ABK supaya dapat memiliki emosi yang stabil. Orang tua dapat melatih ABK untuk mengomunikasikan setiap emosinya. Cara ini supaya ABK dapat menyalurkan emosinya dengan baik tanpa merugikan pihak manapun. Melakukan selftalk dan timbal balik positif pada setiap perbuatan ABK juga dapat menghindarkannya dari keruntuhan resiliensi yang sudah atau akan dimilikinya.

  1. Menguatkan Resiliensi Keluarga

Keluarga adalah lingkungan kehidupan utama bagi ABK. Memperkuat kebersamaan, ikatan emosional, dan komunikasi antar keluarga sangat dibutuhkan oleh seluruh anggota keluarga. Jika ada satu anggota keluarga memiliki permasalahan terutama terkait dengan ABK dalam keluarga tersebut, maka lebih baik segera dikomunikasikan supaya dapat ditanggung bersama. Dengan begitu, seluruh anggota keluarga dapat saling bahu-membahu untuk bersama menjadi resilien. Itulah empat langkah menumbuhkan resiliensi pada ABK. Terus memiliki pola pikir yang optimis adalah kunci untuk menjadikan ABK resilien. Berbekal resiliensi, ABK dapat berpeluang menjadi sosok yang sukses. Mencari role model untuk memotivasi juga sangat bermanfaat bagi ABK dan orang tuanya. Perlu diingat juga bahwa ABK  yang resilien, berasal dari keluarga yang resilien pula. (NAF).

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×