Cara dan Pentingnya Mempersiapkan Perilaku Tata Krama Kepada ABK

Sudah seharusnya tata krama dimiliki oleh setiap orang. Sedari kecil, tata krama sudah harus diajarkan supaya seseorang mampu diterima di masyarakat dengan baik. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) juga memiliki peran di masyarakat. Oleh karenanya, mereka juga memerlukan persiapan untuk memiliki perilaku tata krama. 

Bagi ABK sendiri, pembentukan perilaku tata krama dapat diperoleh dari terapi ABA (Applied Behavior Analysis). Terapi ABA sendiri adalah program terapi terstruktur yang berfokus mengajarkan seperangkat keterampilan khusus. Terapi ini juga bertujuan untuk mengurangi perilaku defisit (perilaku yang tak semestinya tidak terjadi) supaya anak tidak dianggap aneh di lingkungan masyarakat. Jadi, terapi ABA berpotensi menciptakan perilaku yang positif dalam diri anak supaya dapat dianggap layaknya anak pada umumnya. 

Dalam konsep ABA, mengenalkan perilaku tata krama yang baik pada ABK sudah dapat diberikan sedini mungkin atau pada saat umur enam bulan. Pengenalan yang pertama yaitu dengan melatih kontak mata. Melatih kontak mata ini dapat dilakukan saat ngobrol, bermain, atau berinteraksi. Contoh permainan cilukba, sudah menjadi bentuk pelatihan kepada anak supaya bersedia menatap mata orang yang berinteraksi dengannya. Langkah kecil di usia dini tersebut sejatinya sangat membantu perkembangan perilaku tata krama anak untuk perkembangan usianya.

Ketika anak bertambah usia, artinya pengajaran perilaku tata krama yang diberikan kepadanya juga bertambah. Untuk ABK yang memiliki cara belajar cenderung visual, orang tua dapat mengajarkan perilaku tata krama dengan praktik secara langsung. Pun diusahakan supaya orang-orang di sekitar ABK seperti keluarga, juga mempraktikkan tata krama dan perilaku yang baik. Jika orang di sekitar ABK tidak melakukan dengan perilaku yang diajarkan kepada ABK, maka ABK akan merasa bingung. Keluarga dari ABK juga diharap mampu memaklumi kondisi ABK supaya dapat menerimanya dengan baik. 

Adapun dalam konsep ABA untuk melatih perilaku ABK menggunakan media kartu. Kartu ini dapat berupa gambar atau tulisan. Kartu berupa gambar diberikan kepada anak yang belum mampu membaca. Sementara kartu berupa tulisan diberikan kepada anak yang sudah mampu membaca. Kartu ini memiliki pasangan masing-masing jenisnya. Jenis dari kartu ini adalah Benar-Salah, Boleh-Tidak Boleh, dan Mau-Tidak Mau. Dari menunjukkan pasangan dari masing-masing kartu, anak dapat ditunjukkan perilaku yang tepat dan bisa dilakukannya.

Buku yang berisikan pembentukan karakter juga cukup efektif dalam pembentukan perilaku tata krama anak. Bagi anak yang belum bisa membaca, orang tua dapat menceritakan isi buku tersebut. Sedangkan anak yang sudah mampu membaca, orang tua dapat mempersilakan anak untuk membacanya sendiri baru kemudian menanyakan isi dari buku tersebut supaya anak benar-benar paham dan bersedia melakukan sesuai yang diajarkan buku bacaannya. 

Jika anak dirasa sudah memahami perilaku tata krama yang baik dan benar, maka ia dapat dibawa ke lingkungan luar. Di lingkungan luar, ia dapat berinteraksi dengan lebih banyak orang dan mempraktikkan pengetahuannya. Hal ini dilakukan supaya pengetahuan anak tidak sia-sia dan dapat bertahan lama. Contoh kecil, anak dapat diajak ke supermarket untuk membawa troli dan kemudian mengantri apabila akan menuju kasir. Selanjutnya tata krama pada saat bertamu, makan di restoran, dan sebagainya juga dapat dipraktikkan. 

Tidak luput dari kesalahan, jika ABK melakukan kesalahan dari apa yang telah diajarkan kepadanya, memarahinya bukanlah solusi. Namun, biarlah ia mendapat konsekuensi secara langsung dari kesalahannya. Dengan begitu, anak akan merasa tidak akan mau mengulangi kesalahannya kembali. Sesuai dengan pernyataan dari Bu Dameria Sitompul, seorang fisioterapis dan guru ABK pada saat kelas diskusi #Akademiability yang diadakan Yayasan Peduli Kasih ABK (3/5/2021). Beliau menyatakan bahwa apabila anak mendapatkan sesuatu yang pas dan sesuai porsinya, maka ia akan tidak nyaman untuk melanggar. Sedangkan apabila anak melihat sesuatu yang tidak sesuai dengan tata krama dan perilaku yang diajarkan kepadanya, maka ia akan memberontak. Pemberontakan inilah yang akan menjadi bahan pengajaran baru kepada anak supaya dapat mengendalikan pemberontakan tersebut.

Disampaikan juga oleh Bu Dameria, bahwa rentang waktu mengajarkan tata krama kepada anak adalah seumur hidup. Bukanlah masalah bagi orang tua untuk tega kepada anaknya supaya anak tidak memiliki perilaku tata krama yang terlewat buruk. Janganlah menunda-nunda dalam mengajarkan perilaku tata krama kepada anak. Jangan pula mudah membenarkan kesalahan anak. Sejatinya, orang tua adalah yang mengendalikan anak, bukan anak yang mengendalikan orang tua. (NAF)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×