Terapi dalam Tahapan Membangun Kreativitas ABK

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) memiliki kreativitas yang juga berpotensi untuk dikembangkan dengan baik. Upaya tersebut berguna untuk menunjukkan bahwa ABK memiliki daya kreativitas yang tinggi. Untuk mendukung kreativitas tersebut, tentu perlu bantuan dan dukungan baik dari orang tua, guru, terapis, maupun orang terdekat. Mengingat ABK perlu mendapat keistimewaan dalam memperlakukannya.

Fajar Suryani yang menjadi narasumber pada webinar “Menerapkan Terapi Kreativitas untuk Anak Berkebutuhan Khusus” memberikan prinsip sebagai tahapan dalam memberikan perilaku yang baik pada ABK untuk mengembangkan kreativitasnya. Prinsip tersebut adalah “Interaksi, Komunikasi, dan Proses”. Tahap pertama yaitu, interaksi. Orang tua diminta untuk lebih dekat dalam mengenal anak dengan interaksi secara langsung maupun dengan ahli. Berdasarkan interaksi tersebut, akan mulai terlihat kreativitas anak untuk dapat dikembangkan pada tahap selanjutnya. Demi menunjang pengetahuan orang tua dalam melakukan interaksi, hendaknya para orang tua juga belajar memahami ABK melalui buku, internet, dan seminar-seminar yang berkaitan. Dengan memahami anak, orang tua dapat melakukan terapi kreativitas menggunakan tahapan prinsip selanjutnya.

Komunikasi. Prinsip ini begitu penting sebelum benar-benar pada tahapan proses mengembangkan kreativitas ABK. Pada tahapan ini, orang tua akan berkomunikasi dengan anak maupun ahli. Dengan berkomunikasi, selain orang tua dapat lebih dekat dengan anak, orang tua juga akan mengehatui keingian anak dan pola pikir atau kehendaknya. Sehingga selanjutnya dapat dilakukan pelatihan lebih lanjut supaya anak dapat memiliki nilai kreativitas lebih. Dalam tahapan prinsip ini, orang tua juga dapat mempu berekspektasi yang sesuai terhadap anaknya. Sebab dalam pelatihan terapi kreativitas ABK, anak harus tetap pada suasana yang menyenangkan. Seusai melakukan komunikasi dengan baik dan lebih memahami minat serta kemampuan anak, maka terapi kreativitas menggunakan tahapan prinsip selanjutnya dapat dilakukan.

Proses. Pada tahapan prinsip ini, kreativitas anak mulai dibangun untuk ditempa secara perlahan tapi pasti. Jika anak gemar menulis misalnya, maka sub bidang yang ditempatkan juga harus tepat. Jika menulis fiksi adalah kegemarannya, maka orang tua harus mendukung penuangan imajinasi anak dalam menulis fiksi tersebut. Memiliki minat dalam menggambar juga dapat dengan memberikannya fasilitas sekaligus pelatihan dalam pengembangan minatnya. Kemampuan membaca dan berbicara pada ABK juga sangat baik tentunya, dan dapat dikembangkan seperti pada hal yang dilakukan Yayasan Peduli Kasih ABK yang memberikan wadah pada ABK untuk menjadi moderator pada beberapa diskusi.

Terlebih ruang kreativitas bagi ABK lebih luas cakupannya. Memiliki kemampuan dalam berkegiatan apapun yang berguna bagi dirinya sendiri sudah merupakan nilai kreatif tersendiri. Misal makan, minum, mandi, atau hal lainnya. Tak lain juga upaya optimal dari orang sekitar akan membawa kreativitas ABK untuk semakin maju. Yayasan Peduli Kasih ABK turut berkontribusi untuk membantu ABK dalam mengembangkan kreativitasnya. Anak yang berada pada naungan yayasan tersebut misalnya, sudah ada yang mampu menulis buku. Hal ini menunjukkan bahwa, tidak ada istilah dikotomi dalam berkreasi. Seluruh manusia memiliki ruang kreatif. Yayasan Peduli Kasih ABK membuka lapang ruang tersebut bagi ABK.

Penting juga menempatkan kreativitas anak berdasarkan klasifikasi dan karakteristik kemampuan masing-masing anak. Pada hal ini tidak dilandaskan umur, melainkan kemampuan anak. Misalnya, anak yang masih senang bermain atau dinilai belum dewasa, maka pelatihan proses kreativitasnya adalah dengan kefokusan. Anak terebut dilatih untuk mampu fokus dalam melakukan suatu hal, baru dapat dikembangkan pada kegiatan lain.

Fajar Suryani sebagai okupasi terapis, juga menekankan bahwa kreativitas didasarkan dari niat. Jika niat sudah ada, barulah dikembangkan dengan menambah wawasan melalui membaca dan mencari tau. Lalu mengasahnya dengan berlatih melakukan kegiatan kreatif. Ketelatenan dalam pelatihan tersebut sangat diperlukan untuk memberikan nilai variatif pada daya kreativitasnya. Tentu juga harus disesuaikan dengan karakteristik anak dan bantuan dari orang tua maupun pelatih ahli. Sebab seperti yang diungkapkan Fajar Suryani, bahwa karya dari ABK tidak menutup kemungkinan untuk menghasilkan uang. Biasanya karya tersebut berupa produk.

Terdapat juga pelatihan sebagai terapi untuk mengatasi anak autis yang cenderung malas. Pada kasus tersebut, orang tua hendaknya membuatkan program berkegiatan yang menyenangkan dan bermanfaat untuk mengatasi kemalasan anak. Seperti menjadwalkan kegiatan, mengajarkan kegiatan, atau menemani orang tua dalam melakukan pekerjaan rumah tangga. Memberikan kegiatan untuk menambah ruang gerak anak sangat bermanfaat. Sebab dengan bergerak, akan mampu menamabah suplai oksigen ke otak. Dengan begitu anak dapat memiliki daya berpikir maupun kecerdasan yang lebih optimal. Kemampuan dalam berkreasi juga akan semakin maju.

Semua memiliki ruang dan potensi masing-masing dalam berkreasi. Sudah menjadi keistimewaan bagi ABK untuk berpikir dan bertindak kreatif untuk membuktikan kepada masyarakat. Usaha yang gigih dari sang anak beserta daya juang orang tua, tidak ada yang tidak mungkin bagi ABK untuk berkarya. Dalam pengembangannya, memang membutuhkan ketelatenan. Namun, hasil dari kreativitasnya, patut mendapat apresiasi tinggi.

*NAF

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×