Kiat Peran Orang Tua dalam Mendukung Perkembangan Fisioterapi ABK

Banyak tantangan bagi orang tua yang memiliki Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Faktor dari anak sampai lingkungan sekitar kerap menguji mental dan usaha orang tua dalam penanganannya. Pada dasarnya, kunci utama bagi orang tua yang memiliki ABK adalah menerima dengan lapang dada. Orang tua harus menyadari bahwa apapun kondisi anak merupakan anugerah dari Allah S.W.T.. Anugerah tersebut akan menjadi jembatan surga bagi orang tua. Kesabaran dan ketelatenan harus dijalankan dengan baik guna menunjang kemajuan kemampuan ABK.

Tidak ada yang instan dalam penanganan ABK. Orang tua harus memiliki daya juang yang tinggi jika menginginkan anaknya sukses dan bergerak dengan baik. Meskipun pada faktanya, Sinto Rustini sebagai narasumber dalam kelas diskusi Yayasan Peduli Kasih ABK mengungkapkan bahwa, tidak sampai 5% anak yang mampu memberikan pandangan sukses pada orang sekitar. Namun, kurang dari 5% itulah anak yang menjadi hasil perjuangan tangguh orang tua.

Sinto Rustini sebagai fisioterapis juga menyarankan kepada orang tua dengan ABK untuk memberikan terapi dan mengonsultasikan anaknya ke tempat terapi yang baik. Jika tidak diberikan pada tempat terapi yang baik, maka sia-sia saja upaya orang tua dalam menangani anaknya.

Memahami kebutuhan dan kemampuan anak juga sangat penting. Terlebih pada pelatihan otot anak ABK dengan cerebral palsy yang hakikatnya tidak seperti anak pada umumnya. Memperjuangkan pelatihan anak untuk berlatih sejak dini sangat perlu supaya tidak mengganggu masa tua anak. Terlebih pelatihannya memerlukan proses yang lebih panjang dan perlunya memberikan estimasi waktu berlatih yang baik. Estimasi waktu ini sangat penting, karena berguna sebagai bentuk menghindari rasa lelah pada anak. Berlatih secara rutin dan berkala juga harus dilakukan supaya kemampuan anak dapat terus berkembang.

Melatih anak dari rumah memang jalan yang tetap diperlukan, utamanya pada masa pandemi ini. Pada masa pandemi yang menganjurkan setiap masyarakat di rumah saja tidak berarti melunturkan daya orang tua untuk melatih anaknya. Alat-alat yang digunakan untuk melatih otot juga bisa didapatkan di rumah. Seperti teralis jendela dan pintu sebagai pengganti alat standing frame yang dapat membantu anak berdiri tegak. Mekipun menggunakan alat rumah, Sinto Rustini menyarankan orang tua untuk tetap dipandu fisioterapi. 

Cara tersebut juga cukup efektif. Sesuai yang dikatakan Sinto Rustini, “Manusia yang berdiri selama tiga jam sama dengan maraton 4 kilo.” Tips yang tidak kalah penting, bahwa penegakan yang baik adalah seperti posisi polisi siap. Kemudian anak tidak harus melakukannya langsung tiga jam pada percobaan pertama. Memperhatikan kemampuan anak wajib diperhatikan untuk memberi estimasi waktu. Maka lama berdiri tegak hendaknya berkala mulai dari 20 menit, 30 menit, dapat juga dengan diistirahatkan lalu berdiri lagi.

Layaknya anak dengan cerebral palsy, terapi untuk meluruskan punggung, berjalan, dan beraktivitas lainnya harus dilakukan secara berkala. Meskipun anak dirasa sudah mampu melakukan aktivitas secara mandiri, terapi dan pelatihan tetap harus dikerahkan.

Sinto Rustini memberikan peringatan pada orang tua, jika anak sudah mampu berjalan pada umur 10 tahun, pelatihan pada anak tetap harus dilakukan. Setidaknya tunggu sampai 18 tahun, karena sebelum umur tersebut kemungkinan memburuk masih ada. Caranya yaitu, anak jangan dibiarkan malas-malasan. Anak boleh dibiarkan berjalan sendiri, makan dengan sendok sendiri, atau memakai baju sendiri. Meksipun kegiatan yang dilakukan lamban, pada dasarnya bukan otot atau tubuh anak yang malas. Tapi lingkungannya yang membuat dia malas. Jadi lebih baik anak dibiarkan mandiri saja. Lebih-lebih supaya kemampuannya tidak menurun.

*NAF

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×