Perilaku Anak: Apa Maknanya?

Pembahasan tentang orang tua anak memang seakan tidak ada habisnya. Salah satu topik yang sering dibahas ialah mengenai perilaku anak. “Bagaimana mengatasi anak nakal?”, “Bagaimana membuat anak disiplin?”, “Bagaimana menghilangkan kebiasaan buruk pada anak?”, dan masih banyak pertanyaan lain seputar perilaku.

Apabila kita mengetahui dasar teori perilaku, sebenarnya kita bisa menyederhanakan semua tingkah laku anak ke dalam tiga kotak ABC. ABC merupakan singkatan dari Antecedent, Behavior, Consequence. Antecedent (Anteseden; Pendahulu) adalah segala peristiwa yang terjadi sebelum munculnya suatu perilaku. Behavior (Perilaku) adalah semua aktivitas seseorang yang dapat diamati dan dapat diukur. Sedangkan Consequence (konsekuensi) merupakan semua respon yang terjadi setelah perilaku muncul dan berdampak pada kemungkinan perilaku akan muncul lagi atau akan hilang. Pola ABC ini perlu diketahui oleh orang tua agar lebih memahami tingkah laku anak dan bagaimana mengatasinya.

Contoh kasus, ada orang tua yang mengeluh anaknya selalu menangis setiap diajak pergi. Saat ditanya kenapa menangis, anak menjawab bahwa ia ingin beli mobil-mobilan. Karena malu dengan orang-orang di sekitarnya, sang orang tua pun membelikan mainan yang diinginkan anak. “Ini mainannya, sudah ya kamu diam. Besok kalau nangis minta mainan lagi, kamu nggak diajak jalan-jalan,” kata orang tua. Beberapa hari selanjutnya ketika mereka pergi bersama, tiba-tiba anak menangis lagi. Saat ditanya alasannya, ia mengatakan bahwa ia ingin mainan. Orang tua si anak jengkel karena anak baru saja dibelikan mainan. Orang tua pun memarahi anaknya, sehingga si anak menangis lebih kencang. Banyak orang di sekitar mereka yang melihat. Hal ini membuat orang tua merasa malu dan tidak nyaman, takut jika anaknya mengganggu kenyamanan orang lain. Akhirnya orang tua membelikan mainan untuk anak sambil mengingatkan, “sekali ini saja ya. Besok nggak boleh lagi!” Jika ini terjadi pada anda, apakah anak akan berubah menjadi tidak meminta mainan lagi?

Jawabannya adalah, iya dan tidak. Iya, anak berubah jika anak sudah bosan dengan mobil-mobilan. Namun, anak juga tidak berubah karena masih terbuka kesempatan untuk meminta jenis mainan atau benda lain, seperti uang atau makanan, dengan cara yang sama. Apabila terjadi seperti ini, orang tua perlu fokus pada bagaimana cara anak meminta, bukan pada benda atau aktivitas yang ia inginkan, dan cara untuk menghentikan perilaku anak tersebut. Apa saja yang perlu dilakukan orang tua?

1. Petakan perilaku anak ke dalam pola ABC yang telah dijelaskan sebelumnya. Apa yang mendahului perilaku? Awalnya, kondisi yang mendahului adalah saat anak melihat mobil-mobilan yang menarik baginya. Anak pun berusaha meminta dengan menangis. Ternyata, usahanya (dengan menangis) berhasil membuat dia mendapatkan mainan. Selanjutnya saat ia ingin beli mainan lagi, ia menggunakan cara yang sama. Meskipun orang tua memerintahnya untuk tidak minta mainan lagi, anak tetap ingin mencoba. Anak belajar dari pengalaman sebelumnya bahwa orang tua akan membelikan mainan saat dia menangis. Jika hal ini terjadi berulang kali, perilaku anak bisa menetap hingga dewasa hingga menampilkan ketidakmampuan mengatur emosi, tidak disiplin, dan impulsif.
2. Orang tua perlu mengetahui fungsi perilaku anak. Yang dimaksud fungsi adalah alasan utama kenapa anak menampilkan perilaku tertentu. Ada tiga macam fungsi perilaku, yaitu a) ingin mendapatkan sesuatu, b) ingin menghindari sesuatu, dan c) stimming, yaitu gerakan tak disadari yang muncul karena anak tidak nyaman dengan tubuhnya. Orang tua perlu memahami alasan anak menunjukkan suatu perilaku sebelum merespon. Apabila anak menampilkan perilaku yang bermasalah, orang tua perlu memberikan respon yang berlawanan dari fungsi perilaku anak.
3. Memberikan imbalan dan hukuman sesuai perilaku anak. Secara definisi, hukuman adalah semua respon yang tujuannya melemahkan perilaku, sedangkan imbalan adalah semua respon yang tujuannya menguatkan perilaku. Anak yang menangis kencang karena meminta mainan perlu diajari untuk mengkomunikasikan keinginannya tanpa meledak-ledak. Dengan begitu, perlu hukuman yang dapat menurunkan intensitas perilaku tersebut. Sebaliknya, jika anak menampilkan perilaku baik, orang tua juga perlu memberikan imbalan seperti makanan favoritnya atau sekedar memberikan pujian. Kenapa imbalan perlu diberikan kepada anak? Dengan memberikan imbalan, anak akan paham bahwa perilakunya baik sehingga kemungkinan anak untuk berperilaku baik lagi di kemudian hari menjadi lebih tinggi.
4. Menentukan strategi untuk menyiasati perilaku anak. Ada dua strategi, pertama merubah anteseden (hal-hal yang mendahului) dan kedua merubah konsekuensi.
  1. Strategi merubah anteseden merupakan cara untuk mencegah kemunculan perilaku sehingga fokus pada hal-hal yang terjadi sebelum anak menampilkan suatu perilaku. Kenapa anak sering meminta mainan, padahal dia punya banyak mainan? Orang tua bisa mulai mengajarinya konsep “cukup”. Berikan alternatif bermain yang mengasyikkan lainnya selain harus membeli mainan baru. Ajak anak bermain sebelum pergi, orang tua perlu kreatif menciptakan cara bermain yang menyenangkan tanpa perlu banyak biaya. Jika antesedennya adalah melihat mainan yang menarik, maka untuk beberapa saat jangan mengajak anak ke tempat yang banyak menjual mainan. Apabila hal ini tidak mungkin dihindari, orang tua bisa menggunakan strategi yang kedua.
  2. Strategi kedua adalah mengubah konsekuensi. Pada strategi ini, orang tua cukup melihat makna perilaku dan merespon berlawanan dari apa yang diinginkan anak. Apabila anak menginginkan perhatian dengan cara tantrum, maka jangan perhatikan dia. Jika kondisi anak menyakiti diri sendiri, maka orang tua perlu mengamankan anak (memeluknya atau menghalanginya dari benda berbahaya) tanpa menatap mata atau berbicara dengannnya. Sebaliknya, jika anak ingin menghindari sesuatu dengan memunculkan masalah perilaku, pastikan bahwa apapun yang ia lakukan tidak akan membuatnya terhindar dari kegiatan tersebut. Bagaimana jika tidak tega dengan anak? Tentu saja orang tua perlu memaksakan diri supaya tega dengan anaknya, sebab mendidik memang harus melalui ketegasan. Maksud dari strategi ini bukanlah menyakiti anak, melainkan ingin mengajari anak bahwa perilaku buruk tidak bisa menjadi alat untuk menyampaikan keinginannya. Jika ia ingin sesuatu, ajari anak untuk menyatakan keinginannya secara verbal dan tunjukkan perilaku yang baik. Begitu juga sebaliknya, walaupun ia tidak ingin sesuatu, ia tetap perlu menyatakannya secara verbal. Melalui cara ini, orang tua mengajarkan anak untuk disiplin serta mengatur emosi.
5. Orang tua perlu menepati semua ucapannya. Misalnya, berjanji untuk membelikan mainan saat nilai rapornya baik. Selain itu, orang tua juga perlu memegang ucapannya sendiri terlepas bagaimanapun perilaku anak nantinya yang bisa menggoyahkan niat. Seperti, berjanji tidak membelikan anak mainan sehingga walaupun anak tantrum, orang tua tetap tidak membelikan mainan. Perlu digarisbawahi bahwa sebaiknya orang tua tidak menjanjikan hal-hal yang tidak bisa ditepati. Hal ini akan berdampak pada anak, anak tidak akan percaya lagi kepada orang tua dan mengurangi kedisiplinannya.

***

Penulis: Putri Bayu G. M. P.

Editor: Alwiyah Maulidiyah

 

Sumber:

Gambar feature diambil di sini

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×