Mengajarkan Kedisiplinan dan Pengelolaan Emosi pada Anak

Sebagai orang tua, pernahkah Anda berpikir bahwa warisan yang paling bermanfaat untuk anak adalah ilmu dan akhlak? Harta benda memang berguna bagi anak untuk kenyamanan hidup mereka, tetapi ilmu lebih bermanfaat untuk kelangsungan hidupnya. Berdasarkan hal tersebut, setiap orang tua perlu mendidik anak secara kognisi, perilaku, dan spiritual. Hal ini yang ditekankan oleh Bu Rieka Intansari, M.Psi, Psikolog sebagai pembicara dalam Bincang Santai dengan topik Disiplin dan Pengelolaan Emosi pada ABK pada tanggal 13 Juli 2018 yang lalu. Dengan mendidik anak melalui tiga hal tersebut, anak akan lebih baik dalam menjalani kehidupan mereka dibanding anak yang hanya dibekali harta.

Nyatanya, mendidik anak dalam ketiga aspek tersebut bukanlah perkara mudah. Ketidakmampuan anak dan kesabaran orang tua diuji dalam proses ini. Tentu saja ujian ini beberapa tingkat lebih sulit jika anak memiliki kondisi khusus atau yang sering disebut sebagai Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Umumnya, mendidik ABK memang perlu ketelatenan sendiri. Mereka cenderung lebih lama dalam memahami informasi dan cenderung lebih emosional. Secara kondisi, ABK sebenarnya menyadari bahwa ia memiliki keterbatasan dan berbeda dengan anak-anak lainnya. Padahal, keinginan belajar ABK tidak berbeda dengan anak-anak lain. Mereka juga ingin berjalan, bernyanyi, menonton film, dan keinginan-keinginan lainnya yang juga dilakukan oleh teman sebayanya. Hanya saja kegiatan-kegiatan tersebut tidak bisa mereka lakukan. Hal ini yang membuat ABK seringkali emosional. Ada kebingungan tersendiri dalam dirinya bahwa apa yang ia mau tidak dapat ia capai karena kondisi yang ia miliki.

Mengendalikan amarah anak merupakan tugas pertama orang tua dalam mendidik mereka. Orang tua perlu memahami apa emosi anak, mengapa ia menampilkan emosi tersebut, dan bagaimana menanganinya. Orang tua sebaiknya mengajarkan emosi kepada anak sejak dini. Kenalkan pada anak apa itu senang, sedih, marah dan emosi-emosi lainnya. Anak perlu mengetahui apa yang ia rasakan agar ia siap saat merasakan emosi tersebut. Dengan mengetahui apa saja jenis emosi yang bisa ia rasakan, anak dapat menyampaikan pikiran dan perasaannya dengan lebih baik. Bayangkan jika anak tidak memahami perasaannya sendiri, tentu ia akan tantrum, – meraung-raung tanpa tahu bagaimana menyampaikan apa yang ia mau. Metode pengenalan emosi bisa dilakukan dengan berbagai alat bantu, misalkan dengan menggunakan gambar ekspresi manusia, menggunakan social story (cerita-cerita tentang kondisi tertentu, bagaimana reaksi emosi dan antisipasinya), mengajarkan cara mengatur emosi, serta mengajarkan pemecahan masalah.

Tugas kedua orang tua dalam mendidik anak adalah menerapkan positive parenting, yaitu mengelola emosi positif anda agar anak lebih banyak terpapar emosi positif. Pada dasarnya, emosi yang dirasakan orang tua itu menular ke anak. Apabila orang tua ingin menasihati anaknya, sebaiknya ketika emosi orang tua sedang baik. Jika tidak, bisa jadi anak tidak memahami maksud baik orang tua, cenderung melawan dan hanya menangkap emosi negatif yang dipaparkan oleh orang tuanya.

Pola asuh yang positif merupakan kondisi yang penuh cinta, perhatian dan kehangatan, saling memahami dan memaafkan, melindungi tetapi tidak memanjakan, serta mendidik tetapi tidak menghukum. Untuk mencapai pola asuh ini, orang tua harus melewati masa ‘penerimaan diri’. Apakah Anda menerima diri Anda sebagaimana adanya? Apakah Anda bahagia? Apa ada hal-hal yang masih mengganjal di kehidupan pribadi Anda? Apakah Anda menerima peran Anda sebagai orang tua? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini sebenarnya perlu dituntaskan sebelum Anda memutuskan untuk menjadi orang tua.

Setelah orang tua bisa berdamai dengan diri sendiri, orang tua baru bisa berdamai dengan anak. Ada tiga tahap proses berdamai dengan anak. Tahap pertama adalah penerimaan merupakan tahap orang tua menerima anak dengan keunikannya masing-masing dan apa adanya. Tidak membandingkan anak dengan anak orang lain karena mereka jelas berbeda. Kedua, orang tua perlu merasa bahagia sebab orang tua yang bahagia akan memancarkan emosi positif ke anak-anaknya dan akan mengasuh anak dengan lebih bahagia juga. Tahap terakhir adalah orang tua percaya dan yakin pada anak. Orang tua perlu meyakinkan diri sendiri bahwa anak kelak akan menjadi sosok yang berhasil. Jika khawatir anak tidak bisa membaca, orang tua bisa mengubah pemikiran itu dengan keyakinan bahwa kelak anak akan membaca dengan fasih. Keyakinan yang orang tua pendam di dalam hati itu sangat mempengaruhi pola asuh ke anak. Orang tua yang optimis akan selalu memiliki cara untuk mencerdaskan anak-anaknya.

Dalam menerapkan pola asuh yang positif, orang tua juga perlu menekankan kedisiplinan. Bagaimana mengajarkan anak untuk disiplin? Orang tua perlu menerapkan pola asuh yang autoritatif, yaitu mendidik anak dengan cara membebaskan ia berkembang, tetapi tetap memberi petunjuk dan batasan-batasan yang diperlukan. Pola asuh ini lebih optimal daripada pola diktator (menggunakan kekerasan) atau permisif (membiarkan anak melakukan apapun yang ia mau). Selain itu, orang tua juga perlu konsisten dalam memberikan contoh kedisiplinan. Apabila anak melakukan kesalahan, segera ingatkan anak bahwa ia salah dan beri tahu apa yang seharusnya ia lakuakan. Orang tua bisa menggunakan berbagai media untuk mengajari anak, tentu saja juga harus diimbangi dengan kesabaran dan ketekunan. Hindari mendidik dengan kontak fisik, sebab hal ini bisa membuat anak menjadi bingung. Kalau orang tua menegur anak karena sayang, apakah memukul anak juga bentuk dari kasih sayang itu? Anak yang terbiasa dipukul cenderung berpikir bahwa ‘memukul’ adalah bentuk kasih sayang yang normal dilakukan oleh semua orang. Oleh karena itu, orang tua perlu menenangkan diri sebelum menegur anak sehingga apa yang keluar dari ucapan adalah kata-kata yang dapat mendidik anak.

Bagaimana jika anak tantrum dan orang tua ikut marah? Jika kedua belah pihak sedang emosional, Anda bisa melakukan beberapa hal, seperti:

  1. Jauhkan benda-benda berbahaya di sekitar anak
  2. Tarik nafas dalam-dalam, tenangkan diri Anda
  3. Setelah Anda tenang, baru coba menenangkan anak Anda dengan mengajaknya berbicara. Anda bisa menyentuh tengkuk anak untuk membantunya tenang

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa penerapan pola asuh positif dalam mendisplinkan dan mengelola emosi pada anak penting diterapkan orang tua kepada anak. Walau terkadang dalam prosesnya hal-hal di atas mungkin akan sulit dilakukan, orang tua perlu percaya bahwa apa yang sulit dilakukan sesungguhnya memberikan hasil yang baik untuk anda dan anak anda. Ayo semangat demi masa depan anak yang lebih baik!

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×