Dari Kita, Untuk ABK

Setelah tiga bulan program Peduli Kasih ABK Berbasis Masyarakat (PKA-BM) berjalan, Yayasan Peduli Kasih Anak Berkebutuhan Khusus bekerja sama dengan Institut Français d’Indonésie (IFI) mengadakan talk show dengan tema “Pentingnya Peran Masyarakat dalam Mewujudkan Kemuliaan ABK” di Auditorium IFI Surabaya pada hari Rabu, 13 Desember 2017.

Talk Show “Pentingnya Peran Masyarakat dalam Mewujudkan Kemuliaan ABK”

Acara tersebut menampilkan hasil studi pertama PKA-BM sekaligus temuan-temuan lapangan pada kegiatan yang telah berjalan. PKA-BM saat ini tengah melakukan pendampingan kepada tiga keluarga ABK, SD A. Yani, dan RW 2 Kelurahan Airlangga yang melibatkan dua puluh relawan dan tujuh orang mentor dari kalangan akademisi dan praktisi. Program ini telah berhasil mengindentifikasi tantangan yang menghambat terciptanya lingkungan yang ramah bagi ABK. Masalah komunikasi menjadi hal yang paling sering terjadi sehingga diperlukan pendampingan dan sistem kegiatan yang lebih baik lagi ke depannya.

Melalui talk show ini, ibu Mary Elizabeth, Dosen Fakultas Psikologi Universitas Surabaya, menyatakan bahwa penyatuan perspektif dari tiap lapisan masyarakat sangat dibutuhkan untuk melakukan kolaborasi dalam usaha memuliakan ABK. Masyarakat, pemerintah, dan keluarga ABK harus bekerja bersama-sama untuk membantu ABK memperoleh hak asasi selayaknya anak-anak berusia sama. Hal ini juga ditegaskan oleh Ibu Sawitri Retno Hadiati, pendiri sekaligus ketua Yayasan Peduli Kasih Anak Berkebutuhan  Khusus. Beliau mengatakan bahwa walaupun orang tua memiliki peranan paling penting dalam tumbuh kembang ABK, masyarakat juga harus memberikan dukungan penuh agar ABK dapat berfungsi dengan baik dalam kehidupan sosial masyarakat. Psikolog sekaligus penyandang disabilitas, Bayu Perdana, juga menambahkan bahwa masyarakat harus terus memberikan waktu dan pikirannya untuk membantu mewujudkan lingkungan yang ramah bagi ABK.

Selain itu, acara ini tidak hanya menitikberatkan pada kompleksitas ABK di Indonesia, tetapi juga memaparkan apa yang terjadi dengan ABK di negara lain. Direktur dan Wakil Direktur IFI, Benoît Bavouset dan Pauline Ferté, berbagi cerita mengenai sekolah-sekolah di Perancis yang diwajibkan untuk menerima siswa tanpa membedakan, berkebutuhan khusus ataupun tidak.

Highlight dari acara ini bukan hanya terletak pada obrolan menarik seputar ABK dan PKA-BM saja, melainkan juga penampilan ABK dan orang tua yang membantu acara ini berlangsung. Ada mas Achmad ‘Ainul Yaqin (Aan), penyandang Cerebral Palsy, yang menjadi pembawa acara selama acara ini berlangsung. Ada juga penampilan dari grup musik LIDI, yang terdiri dari Tegar, Satriya, Liza, dan Tania, penyandang low vision dan tunanetra, membawakan dua lagu untuk para peserta yang hadir. Tak mau kalah, empat pasang ibu dan anak berlenggak-lenggok di atas panggung memamerkan kain kreasi swaproduksi dari yayasan. Selain itu, Vivi, penyandang tunarungu, menarikan tarian Zam-zam di penghujung acara.

Pelibatan ABK dan keluarganya ini adalah salah satu contoh kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengajak masyarakat berpartisipasi dalam kehidupan sosial. Melalui penampilan ABK, yayasan berharap masyarakat dapat menyaksikan secara langsung bahwa ABK juga bagian dari masyarakat dengan potensi yang tidak terbatas sekaligus mendorong masyarakat untuk melakukan hal serupa di lingkungannya masing-masing.

***

Penulis: Habiibati Bestari

 

Liputan Berita online dapat dilihat di:

SURYA (via Tribunews)
Judul: Hak Asasi Anak Berkebutuhan Khusus Belum Terlindungi

SURYA (via Tribunews)
Judul: Beri Panggung ABK, Upaya Menumbuhkan Keyakinan atas kemampuan Diri

KABARINDO
Judul: Yayasan Peduli Kasih Gandeng IFI Surabaya; Tampilkan Potensi Anak Berkebutuhan Khusus

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×