Mengembangkan Kompetensi Anak untuk Kepercayaan Diri

Kemampuan manusia menghargai dirinya sendiri dan yakin bahwa dirinya berhak dan layak untuk bahagia disebut sebagai self-esteem. Membicarakan self-esteem pada keluarga dengan Anak Berkebutuhan Khusus merupakan pembicaraan yang tidak pernah usai. Stigma negatif yang melekat pada ABK membuat banyak keluarga dengan ABK memiliki self-esteem yang rendah. Lantas bagaimana cara meningkatkannya? Bincang Santai bersama Bapak Roby (Psikolog) pada 21 September 2018 mengupas habis tentang self-esteem!

Self-esteem dapat dipisahkan menjadi self-esteem global atau umum serta self-esteem spesifik yang terpusat pada satu atau beberapa area saja. Ketidakyakinan diri terkait dengan penampilan fisik, kemampuan sosial, emosional, hingga akademik adalah beberapa contoh permasalahan ­self-esteem yang spesifik. Selain pengaruh dukungan keluarga, kompetensi, penampilan, dan nilai moral, adanya masalah pada self-esteem spesifik dan global ini akan mempengaruhi keberadaan satu sama lain.

Bapak Roby kemudian menjelaskan bahwa menjaga self-esteem anak sejak awal sangat perlu. Hal ini disebabkan karena anak-anak belum bisa mengontrol emosi dengan baik, sehingga self-esteem anak dapat semakin menurun seiring dengan semakin dilecehkannya kemampuan sang anak. Pendidikan yang baik bagi anak, serta adanya apresiasi merupakan kunci merawat anak agar self-esteem anak dapat ditingkatkan sejak dini. Pengaturan emosi orang tua juga menjadi hal penting lain yang harus diperhatikan agar orang tua dapat senantiasa memberikan dorongan positif pada anak.

Meningkatkan self-esteem pada anak, terutama pada ABK, sebaiknya memang dilakukan setiap saat dan terintegrasi dengan kehidupan sehari-hari. Mengembangkan perasaan bahwa anak kompeten dapat dibangun melalui pemberian tanggung jawab disertai dengan apresiasi pada anak. Ajarkan anak untuk mandiri dan melakukan tugas-tugas sederhana seperti membayar belanjaan, memesan makanan, hingga memilih sendiri kebutuhannya. Berikan umpan balik yang positif pada anak. Apabila anak melakukan kesalahan, hindari kalimat-kalimat negatif dalam menasihati anak. Membiarkan anak belajar dari kesalahannya merupakan salah satu cara untuk meningkatkan pengalaman, kebijaksanaan, dan tanggung jawab sang anak.

Karena anak tidak dapat membuka self-esteem dari dalam dirinya sendiri, orang tua perlu senantiasa hadir untuk membantu sang anak meyakini kemampuan dirinya. Penerimaan akan kondisi anak menjadi syarat utama agar orang tua dapat selalu memberikan umpan balik yang positif pada anak. Setiap anak akan memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, apabila seorang anak terlihat memiliki banyak kekurangan, maka orang tua harus sabar dan berusaha melihat kelebihan sang anak agar dapat terus dikembangkan potensinya. Potensi anak yang diolah merupakan sumber utama yang membuat anak merasa kompeten dan berakibat pada peningkatan self-esteem. Harapan-harapan orang tua terhadap potensi anak haruslah diwujudkan melalui konsistensi kehadiran orang tua dan usaha dari orang tua untuk terus memupuk kemampuan anak.

Gaya pengasuhan memang penting, akan tetapi genetik juga berpengaruh dalam pembentukan self-esteem anak. Menurut penelitian, watak anak merupakan turunan genetis dari sang ayah, sementara kemampuan pengelolaan emosi adalah turunan genetis dari ibu. Karena itu, perilaku anak bagaikan cermin bagi orang tua. Sebelum mengajarkan anak untuk mengelola emosi dan meningkatkan self-esteem anak, orang tua perlu mengelola emosinya terlebih dahulu. Apakah Bapak Ibu sudah siap untuk berhenti sejenak dan melihat cerminan diri sendiri pada sang anak? Mari kita mulai!

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×