Menilai Kebutuhan Kesehatan Keluarga dengan Anak Berkebutuhan Khusus

Masyarakat seringkali menganggap bahwa kesehatan dilihat dari fisik saja yang terbebas dari penyakit. Padahal, menurut WHO, kesehatan merupakan suatu kondisi yang sehat secara fisik, mental, dan sosial yang bukan hanya bebas dari penyakit. Tidak hanya itu, penting juga untuk sehat secara spiritual. Semua aspek kesehatan ini saling berpengaruh satu sama lain. Misalnya, apabila seseorang mengalami tekanan dan stres, hal ini dapat mengakibatkan orang tersebut jatuh sakit. Selain itu, kondisi fisik salah satu bagian tubuh juga berpengaruh pada kesehatan fisik bagian tubuh lainnya, seperti apabila salah satu mata tidak berfungsi, mata yang lain akan bekerja lebih keras dan rentan akan rasa lelah. Hal ini akan mengakibatkan organ tubuh lain merasa lelah lebih cepat.

Kesehatan ini tidak hanya penting untuk keluarga pada umumnya, tetapi juga pada keluarga dengan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Keluarga dengan ABK lebih rawan sakit dan berisiko terkena penyakit karena mengalami banyak tekanan dari keluarga inti, keluarga besar maupun dari lingkungan sekitar. Mereka mempunyai tendensi untuk menerapkan  sistem pengasuhan yang berbeda dengan keluarga lain. Orang tua, ibu ataupun ayah, cenderung lebih fokus mengasuh anaknya yang memiliki kebutuhan khusus dibanding anaknya yang lain karena secara tidak langsung akan memaklumi ABK sebagai anak yang tidak dapat melakukan hal secara normal seperti saudara kandungnya atau anak anak lain. Hal tersebut dapat mengganggu bertumbuhan ABK dari segi sosial dan kognisi. Dengan perlakuan seperti ini, ABK akan tumbuh menjadi anak yang tidak terlatih dan terasah kemampuan serta potensinya. Selain itu, pola asuh yang tidak seimbang antara satu anak dengan anak lainnya juga dapat berdampak buruk pada kesehatan mental anak yang seharusnya mereka mendapatkan perlakuan yang seimbang dan sesuai kebutuhan dari kedua orang tuanya. Kesehatan anak juga berdampak pada kesehatan orang tua. Contohnya, ketika anak dianggap ‘bermasalah’ karena pola asuh tidak sesuai kebutuhan tiap anak tersebut, orang tua akan mengalami tekanan yang berakibat buruk pada kesehatan fisiknya.

Permasalahan lain juga tidak hanya datang dari keluarga inti saja, terkadang keberadaan kakek dan nenek juga berpengaruh pada pertumbuhan anak serta stabilitas psikis orang tua. Tidak semua kakek dan nenek memahami cara pola asuh anak, terutama ABK. Selain itu, terdapat kemungkinan bahwa kakek dan nenek akan membandingkan pola asuh yang pernah mereka lakukan dulu dengan pola asuh anak-anak mereka pada cucu mereka yang memiliki perbedaan kebutuhan dan situasi kondisi saat ini. Hal ini akan berakibat buruk pada psikis orang tua dan ABK.

Untuk itu diperlukan beberapa cara untuk meminimalisir tekanan yang dialami keluarga, orang tua, maupun anak, sebagai berikut :

1. Manajemen stres. Mengurangi dan mengelola beban dengan cara memilah mana yang perlu diprioritaskan. Untuk keluarga dengan ABK, dengan lingkungan yang tidak semua ramah terhadap ABK, tidak menutup kemungkinan ABK akan mengalami bullying, di sekolah maupun di lingkungan sekitar. Hal ini dapat diatasi dengan orang tua melakukan pendekatan dan pemahaman tentang anaknya terhadap guru dan wali murid lainnya sehingga sekolah bisa menjadi lingkungan yang ramah terhadap ABK.
2. Olahraga. Setiap individu mempunyai caranya sendiri untuk meluapkan beban atau permasalahan yang sedang dialami. Salah satunya, yaitu dengan cara berolahraga. Selain dapat meluapkan beban ke hal yang positif, olahraga juga dapat melatih tubuh agar tetap fit dan tidak rentan akan penyakit fisik.
3. Dukungan. Untuk mendapatkan dukungan secara langsung ataupun tidak, kita harus menjadi proaktif dalam mencarinya. Membangun relasi dengan banyak orang serta memilah teman atau orang terdekat untuk menjadi tempat curahan hati dapat mengurangi risiko terjadinya penumpukan beban secara berlebihan. Hal ini juga dapat berimbas positif pada kesadaran masyarakat akan ABK dengan segala potensi yang mereka punya. Dukungan spiritual juga bisa didapatkan dengan cara mendekatkan diri kepada Tuhan.
4. Asupan gizi. Perlu disadari bahwa asupan makanan penting bagi tubuh dan juga berpengaruh terhadap kekebalan tubuh. Berdasarkan itu, penting untuk menjaga gizi sesuai yang dibutuhkan oleh tubuh.
5. Melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Hal ini dapat dilakukan apabila dirasa perlu untuk melakukan pemeriksaan karena beban tidak kunjung teratasi dengan cara yang telah dijelaskan diatas. Pemeriksaan lebih lanjut dapat berupa pemeriksaan secara fisik maupun konsultasi.

Keluarga dengan ABK mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan keluarga lain, begitu juga dengan ABK. Mereka mempunyai posisi yang sama sebagai anak dalam keluarga dan memiliki potensi yang harus dikembangkan. Bukan berarti mereka harus diutamakan atau dimaklumi dalam keluarga, namun sejatinya mereka harus tetap diasuh dengan pola asuh yang sama seperti saudara kandung mereka dalam keluarga dan disesuaikan dengan kebutuhannya. ABK perlu dilatih untuk mandiri dan diberi perhatian serta dukungan dari saudara dan juga orang tua. Hal ini juga berlaku untuk keluarga pada umumnya bahwa dapat dikatakan sehat jika setiap anggota keluarga mendukung satu sama lain, dari menjaga kebugaran fisik dan juga menjaga pikiran agar tetap senantiasa terbebas dari beban yang dapat mengganggu kondisi jasmani.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×